cinta terakhir baba dunja
fiksi,  ulasan

Cinta Terakhir Baba Dunja: Memandang Hidup dari Kacamata Lansia

Review Cinta Terakhir Baba Dunja – Kita memang tak pernah tahu sampai angka berapa batas umur kita. Akan tetapi, menua adalah keniscayaan bagi manusia. Bagi sebagian orang, masa tua adalah waktunya istirahat dari hiruk pikuk dunia. Mereka mengandalkan uang tabungan hari tua yang mereka kumpulkan sejak usia produktif. Menghabiskan hari tua dengan hidup tenang dan menjalani hobi tanpa pusing-pusing memikirkan perputaran uang memang terdengar menyenangkan. Namun, bagaimana jika ternyata sebuah bencana datang dan harus mengganggu rencana kehidupan masa tua? Itulah yang terjadi pada Baba Dunja.

Desa tempat tinggal Baba Dunja terdampak radiasi nuklir. Semua penduduk mengungsi, termasuk Baba Dunja. Akan tetapi, radiasi yang berbahaya tak mampu mengikis cinta Baba Dunja terhadap rumah dan kampung halamannya. Akhirnya ia kembali. Keputusan Baba Dunja tersebut membuat beberapa lansia mengikuti jejaknya. Beberapa tetangganya pun ikut kembali. Bagaimana kah Lansia itu akan menjalani hidup di tempat yang disebut sebagai zona kematian? Mengapa mereka tetap nekat kembali? Apakah mereka tidak takut mati?

Identitas Buku

Judul: Cinta Terakhir Baba Dunja

Pengarang: Alina Bronsky

Penerjemah: Harisa Permata Sari

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: 2020

Tebal Buku: 160 hlm.

Ukuran: 20 cm

Sinopsis Novel Cinta Terakhir Baba Dunja – Alina Bronsky

Bencana reaktor nuklir telah melanda ke berbagai wilayah. Desa Tschernowo adalah zona kematian. Orang-orang yang ada di sana biasanya sebentar lagi dijemput kematian. Penduduk diungsikan, menyisakan konflik kompensasi tanah antara penduduk dan birokrat. Di tengah cekaman radiasi, ada seorang lansia yang tak ingin meninggalkan desanya. Ia adalah Baba Dunja. Setelah meninggalkan Tschernowo bersama penduduk lain, Baba Dunja tak bisa menahan rindunya pada kampung halaman. Ia kembali tanpa peduli lagi pada keselamatan dirinya. Ternyata Baba Dunja menjadi inspirasi bagi beberapa lansia yang juga ingin menghabiskan sisa hidup di kampung halamannya. Mereka pun kembali ke Tschernowo.

Baba Dunja bukannya tak tahu bahaya radiasi. Sebagai mantan perawat, ia tahu resiko yang akan ia hadapi. Tetap ia tak takut rasa sakit. Pun kematian. Ia hanya takut pada perasaan tak berdaya. Ia tetap menjalanai aktivitas seperti biasanya. Hari-hari berlalu setelah Baba Dunja dan beberapa tetangganya kembali ke desa, mereka tidak apa-apa. Desa Tschernowo terasa tenang dan damai.

Suatu hari desa itu kedatangan seorang lelaki bersama anak perempuannya yang masih kecil. Baba Dunja merasa anggal ketika pria itu turut membawa anak kecilnya tinggal di Tschernowo. Pasalnya, orang yang tinggal di Tschernowo selain penduduk setempat biasanya adalah orang yang tidak akan bertahan hidup lebih lama lagi. Ditambah kalau gadis itu tidak sakit parah, radiasi terlalu berbahaya untuknya. Mereka datang tanpa baju pengaman.

Setelah memberi pria itu tempat tinggal, melihat gelagat aneh pria tersebut, dan halusinasi yang meyakinkannya, Baba Dunja merasa yakin bahwa pria itu bukan orang yang benar. Baba Dunja mendatangi pria itu dan kegemparan mulai terjadi.

Review Cinta Terakhir Baba Dunja

Memandang Hidup dari Kacamata Lansia

Cinta terakhir Baba Dunja menghadirkan lansia sebagai tokoh-tokohnya. Desa Tschernowo pasca insiden reaktor dihuni oleh orang-orang tua. Baba Dunja sendiri, sang tokoh utama, berusia lebih dari 82 tahun. Penulis seolah paham tentang orang tua yang tak ingin meninggalkan kampung halamannya. Orang tua yang ingin menghabiskan sisa hidupnya dan mati di kampung halamannya. Karakter khas lansia tergambar dalam diri Baba Dunja. Baba Dunja yang menyadari ketangguhan fisiknya yang mulai menurun, Baba Dunja yang selalu mencintai cucunya meski tak pernah bertemu, Baba Dunja yang kerap merindukan dan memikirkan kabar anaknya di luar negeri tetapi tak ingin membuat mereka khawatir, Baba Dunja yang tak menginginkan apa-apa lagi, Baba Dunja yang kenyang makan asam garam kehidupan.

Tokoh-tokoh cerita yang didominasi oleh orang tua ini juga membuat cerita menjadi lucu di beberapa bagian. Kita akan dikenalkan dengan penduduk desa Tschernowo yang unik dan kadang-kadang juga lucu dan ajaib. Sayang sekali tokoh-tokoh yang kutunggu penjelasannya seperti Laura, cucu Baba Dunja, tidak dijelaskan lebih lanjut. Sepertinya cerita ini memang fokus pada Baba Dunja dan penulis sengaja membiarkan pembaca penasaran dengan tokoh Laura.

Cerita ini berlatar desa Tschernowo, daerah yang disebut sebagai zona kematian. Orang-orang yang diasingkan ke sana biasanya karena sudah tidak bisa disembuhkan lagi. Aku tidak tahu di mana letak wilayah ini, apakah Tschernowo adalah tempat yang nyata atau fiksi. Aku mencoba mencarinya di Google tetapi tidak ketemu. Beberapa ulasan mengatakan bahwa Tscernowo ada di Ukraina, bukan di Rusia seperti yang kukira. Novel ini terbit pada tahun bencana nuklir Chernobyl, Rusia. Latar Tschernowo sendiri sudah cukup menggambarkan latar tempat yang baik. Penggambaran bagaimana keadaan desa tersebut cukup bisa diawang-awang oleh pembaca. Bahkan aku jadi teringat vlog-vlog slow living orang desa di Korea yang selalu menampikan aktivitas sehari-hari mereka mengurus rumah dan kebun. Sebuah gambaran desa yang asri dan tenang. Cocok untuk menghabiskan masa tua.

Cerita ini bukan tipe yang langsung menyihir pembaca sejak bagian awalnya. Beberapa penyelesaian permasalahaan terkesan diulur-ulur. Sepertinya hal ini disengaja oleh penulis untuk membuat pembaca penasaran dan menungu-nunggu kelanjutan ceritanya. Memang semakin ke belakang semakin banyak kejutan. Ini yang membuat alur cerita Baba Dunja mendapat tambahan nilai plus. Jika digambarkan ke dalam kurva, menjelang akhir bukan semakin melandai melainkan semakin meninggi. Tiba-tiba saja cerita itu mendadak berhenti tanpa memberikan penjelasan dan penyelesaian pada beberapa hal yang cukup membuat pembaca penasaran. Bagian akhir cerita sempat membuat mataku berakhir sebelum akhirnya dibuat kesal. Perlu digarisbawahi, membuat kesal bukan berarti aku membenci cerita ini. Cerita ini berhasil memainkan emosi pembaca lewat jalan ceritanya. Bagiku, jalan cerita yang bagus tidak selalu yang memberikan apa yang diinginkan pembaca. Novel ini contohnya.

Cinta Terakhir Baba Dunja. Entah kenapa judulnya terasa melankolis bagiku. Aku pun mengira cerita ini akan bernuansa sama dengan nuansa judulnya. Ternyata banyak bagian yang lucu. Mungkin karena tokoh-tokohnya didominasi oleh lansia. Tokoh-tokoh lansia dalam cerita ini memberikan kelucuan tersendiri. Teman-teman pasti paham kalau kakek-kakek dan nenek-nenek kita itu kadang lucu. Ya seperti itulah kurang lebih tokoh-tokohnya. Kita pasti tidak asing dengan lansia yang tak ingin meninggalkan kampung halamannya, yang selalu menyayangi cucunya, yang tak ingin merepotkan anaknya dan memilih tinggal sendiri, yang peduli pada tentangganya, yang tak lagi tertarik pada ambisi duniawi, ya seperti itulah Baba Dunja.

Gaya penulis dalam membawakan cerita pas dengan karakter Baba Dunja yang apa adanya, tegas, pemberani, kocak, tapi peduli pada orang lain. Penulis bisa membawa suasana haru dan sentimentil pada bagian akhir-akhir cerita tanpa harus menggunakan narasi kesedihan yang bertele-tele.

Meski belatar bencana nuklir Chernobyl, cerita ini tidak berkoar-koar tentang perubahan iklim atau protes mengenai kebijakan penggunaan nuklir. Novel ini lebih banyak membahas bagaimana hidup di tengah-tengah bencana radiasi dari kacamata lansia. Novel ini berbicara tentang makna hidup.

Kalau teman-teman menyukai cerita yang menyentuh tapi bergaya lugas, novel ini cocok untukmu. Cinta Terakhir Baba Dunja juga cocok bagi kalian yang menyukai slow living atau berjiwa tua, hehe. Bagi kalian yang demikian, kehidupan sehari-hari Baba Dunja pasti menarik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *