toko buku di purworejo
Jelajah

Menemukan Toko Buku di Purworejo, Seperti Menemukan Harta Karun

Sebelum aku menuliskan ini, terbersit sebuah ide untuk membuat tulisan berjudul “Purworejo, Kota Tanpa Toko Buku” karena memang saat itu aku tak lagi menemukan toko buku di Purworejo yang kecil ini. Sudah kecil, tak punya toko buku pula. Syukurlah masih punya perpustakaan. Toko buku yang kumaksud di sini adalah toko buku bacaan ya, bukan toko buku pelajaran sekolah dan alat tulis.

Tetapi, akhirnya aku menemukan buku-buku bacaan di salah satu sudut di toko alat tulis. Rencana membuat tulisan dengan judul yang kusebutkan di awal tadi pun kubatalkan. Meskipun bukan murni toko buku, setidaknya aku masih bisa menemukan buku-buku bacaan di sana. Toko buku di Purworejo adalah barang langka. Jika ada, biasanya tidak bertahan lama. Agak sedih aku mengetahui kenyataan ini.

Terkait: Rental Buku Online Kutoobuku

Riwayat Toko Buku di Purworejo

Sebenarnya, Purworejo pernah punya toko buku. Dari zaman ke zaman, tok buku silih berganti. Tidak semuanya bisa bertahan lama. Pasti ada banyak faktor yang membuat toko buku di Purworejo sulit untuk bertahan, apalagi melegenda. Toko-toko buku di Purworejo yang dulu mungkin cukup populer, sekarang sudah tutup atau berganti dengan yang lain. Tidak ada toko buku besar yang pernah kulihat di Purworejo. Toko buku di Purworejo yang pernah kutemui biasanya kecil, atau kalau tidak, menginduk di toko lain, tidak berdiri sendiri sebagai toko buku.

Ada beberapa toko buku yang pernah berdiri di Purworejo. Aku tahu toko-toko tersebut dari orang tua dan buku-buku milik simbah yang berstempel nama toko buku di halaman depan. Berikut ini daftar toko buku yang pernah berdiri di Purworejo.

Toko Buku yang Pernah Ada di Purworejo

1. Toko Merdeka

Seumur hidup, aku belum pernah menjumpai toko buku yang bermama toko Merdeka di Purworejo. Aku hanya mendengar dari ibuku. Dulu, toko ini menjual banyak buku-buku bacaan, ada komik dan novel. Kata Ibuku juga, kakekku dulu berlangganan koran di sini. Munkin sekitar tahun tujuh puluh atau depalan puluhan. Toko ini terletak di jalan Ahmad Yani No. 69, dari Patung WR Supratman ke Utara. Sekarang, toko Merdeka menjadi toko obat-obat herbal.

2. Toko Buku Ester

Toko ini mungkin sama tuanya dengan toko Merdeka. Tetapi bertahan lebih lama dari pada toko Merdeka. Aku masih mendapat kesempatan untuk mengunjungi toko buku yang usianya lebih tua dariku ini. Bahkan, aku sempat membeli beberapa buku di sana. Aku tahu toko ini dari buku-buku milik simbah yang sesekali kubaca ketika aku main ke sana. Buku-buku itu juga membuatku tahu jika di Purworejo pernah ada toko buku yang menjual buku-buku bagus. Di rak buku milik simbah, ada beberapa buku novel balai pustaka dan serial Abu Nawas yang berstempel ‘Ester’ dan alamat tokonya.  Stempel yang memberi sedikit binar di mataku dan membuatk tergerak untuk mencari jejak toko buku tersebut. Tak kusangka tokonya masih ada. Saat itu sekitar tahun 2014 atau 2015.

Toko buku langganan simbahku itu terletak di kawasan Pasar Kongsi di jalan Ahmad Dahlan. Tokonya kecil, bersebelahan dengan kios-kios lain di Pasar itu. Aku masih ingat, saat itu aku ke sana sepulang sekolah. Masih dengan seragam dan tas sekolah di punggung, kukayuh sepeda Phoenix biru dengan keranjang abu-abu yang sudah berkarat di beberapa bagian menuju Pasar Kongsi.

Ternyata memang benar, di sana menjual banyak buku-buku bacaan. Aku pun menyesalinya karena baru mengetahui saat itu. Tapi aku bersyukur aku pernah tahu. Meskipun tokonya kecil dan bukunya tidak banyak, buku-buku itu cukup menarik bagiku yang saat itu tidak memiliki banyak akses untuk membeli dan mendapatkan buku bacaan. Salah satu buku yang kubeli adalah buku karya Asma Nadia dkk. Yang berjudul Sedekah Senyum. Bapak pemilik tokonya ramah sekali. Sebelum pulang, sebenarnya aku ingin bertanya-tanya tentang toko ini dengan bapak penjual. Akan tetapi, karen aku bingung apa yang harus kukatakan, akhirnya urung dan pulang.

Sekitar lima tahun kemudian, aku kembali melewati Pasar Kongsi, sengaja ingin tahu kabar toko itu sekarang. Tentu saja aku berharap masih menjumpai toko buku Ester dan Bapak penjualnya lagi. Dan benar, toko itu masih ada, tetapi tidak lagi menjual buku-buku bacaan. Terakhir aku ke sana dengan temanku. Bukunya memang sudah tidak sebanyak saat aku ke sana sendiri. Mungkin toko sudah tidak lagi menyetok buku bacaan, atau menghabiskan buku-buku yang tersisa untuk kemudain diganti dagangan yang lain seperti sekarang. Rak-rak yang dulunya terpajang buku buku kini berubah menjadi lembaran-lembaran alfabet, poster kosakata untuk anak-anak, dan beberapa buku mengaji seperti iqro.

Lagi-lagi toko buku di Purworejo hilang. Ah, mungkinkah toko ini sudah terlalu tua untuk menjadi toko buku? Berapa lama kira-kira toko buku bisa bertahan?

3. Toko Buku Pramedia

Selain kedua toko di atas, di Purworejo ada toko buku Pramedia. Dibandingkan dengan toko Merdeka dan Ester, usia toko buku Pramedia terhitung lebih muda tetapi juga lebih singkat masa keberadannya. Mungkin sekitar tahun 2013 atau 2014 sudah ada. Aku lupa-lupa ingat. Toko buku ini terletak di swalayan Laris Purworejo lantai 3, bersama dengan arena permainan. Tidak jauh beda dengan toko buku lainnya, toko buku Pramedia di Laris tidak bertahan lama. Padahal toko buku Pramedia sebenarnya adalah toko buku yang cukup lengkap. Bahkan mungkin paling lengkap di Purworejo. Ada banyak buku yang dijual, mulai dari buku-buku pengetahuan umum, nonfiksi, novel, kumcer, dan berbagai buku bacaan lainnya seperti toko buku pada umumnya. Saat itu saja aku bisa mendapat buku karya Ayu Utami, Mohtar Lubis, Nawal Sadawi, dan Gus Mus. Masih ingat betul aku. Mungkin terakhir aku melihat sekitar tahun 2015 atau 2016.

Setelah aku merantau ke kota sebelah, aku jarang mengunjungi toko buku itu lagi dan tidak tahu mengenai kabar toko buku tersebut. Suatu hari aku pulang ke Purworejo. Entah hanya pulang sementara atau sudah benar-benar minggat dari perantauan, aku lupa. Aku berniat mengunjungi toko buku yang berada di lantai tiga swalayan tersebut. Barangkali ada buku yang cocok di hati dan di dompet. Tetapi ketika kakiku menginjakkan lantai tiga swalayan, di sana hanya tinggal arena permainan anak-anak. Tidak ada lagi buku-buku yang tersusun rapi di rak. Sudut yang dulunya berisi banyak buku itu sudah kosong, hanya keramik putih, tak ada apapun di atasnya. Tidak juga ada keterangan ke mana perginya toko buku itu. Apakah tutup, atau pindah, entah. Aku tidak tahu jika lantai tiga Laris sudah tidak ada lagi toko buku karena di dinding samping tangga menuju lantai tiga, poster toko buku Pramedia masih terpampang. Ternyata hanya tinggal nama.

Buku-buku di Toko Pantes Purworejo

Sebenarnya toko ini bukan toko buku bacaan, tetapi toko peralatan sekolah dan peralatan kantor yang juga menjual barang lain. Buku-buku ini terpajang di antara alat tulis, sepatu, baju, dan kacamata yang dijual di toko Pantes. Aku menemukan sudut buku ini secara tidak sengaja ketika aku membeli alat tulis di Pantes. Karena keberadaan bukunya yang hanya ada di satu sudut di antara banyak ruang, toko ini memang lebih pantas disebut sebagai toko alat tulis daripada toko buku. Akan tetapi, keberadaan buku di sana juga membuatku merasa terlalu jahat untuk mengatakan bahwa Purworejo tidak memiliki toko buku.

buku-buku di toko pantes purworejo

Tidak terlalu banyak memang koleksi bukunya. Ada novel, buku agama, buku anak-anak, buku bacaan non fiksi, dan komik. Tetapi ada beberapa buku yang cukup populer terpampang di rak. Seperti yang ada dalam foto di bawah ini. Ada juga buku-buku lama atau bekas yang diobral dengan harga sepuluh ribu rupiah.

buku Michelle Obama dan Dee, Aroma Karsa, di toko Pantes Purworejo

Seperti Menemukan Harta Karun

Mencari toko buku di Purworejo memang tidak gampang. Setelah beberapa toko buku tutup, belum ada lagi toko buku yang berdiri sendiri tanpa menginduk ke toko lain di Purworejo. Oleh karena itu, menemukan buku-buku bacaan di sebuah toko alat tulis bisa dibilang seperti menemukan harta karun. Apalagi jika menemukan toko buku.

Tidak bisa dipungkiri sih, kita masih bisa membeli buku secara daring. Namun hal itu tidak bisa menggantikan kesenangan ketika melihat-lihat dan memilih buku secara langsung di toko buku. Tetapi aku memaklumi toko-toko buku yang memilih untuk menutup tokonya atau mengganti dagangannya dengan barang lain. Seperti halnya penghuni bumi yang lain, toko buku juga menghadapi gempuran perubahan zaman. Keberadaan toko buku online secara tidak langsung juga turut menjadi saingan toko buku yang hanya mengandalkan penjualan secara offline. Begitu juga dengan keberadaan ebook yang semakin mudah diakses dan lebih praktis. Ebook yang dijual maupun gratis juga menjadi salah satu penyebab berkurangnya pembaca buku fisik. Sementara toko buku tidak mungkin untuk menjual ebook.

Yah, bagaimanapun toko-toko tadi adalah salah satu jejak literasi di Purworejo. Entah ke depan akan bagaimana, yang pasti kita akan terus menghadapi perubahan zaman. Informasi mengalir dengan begitu deras. Menerbitkan buku di zaman sekarang juga tidak sesulit zaman dulu. Semakin banyak buku, tapi waktu, dan uang terlalu sedikit. Ah, penutupnya kok tidak nyambung sekali ya dengan pembahasan sebelumnya. Tapi intinya, toko buku adalah barang berharga yang dimilki suatu tempat. Bukankah buku itu sumber ilmu pengetahuan? Dan ilmu itu seperti cahaya. Oleh karena itu, jika kota diibaratkan rumah, maka toko buku adalah lampunya. Kalau kata Tan Malaka, “Selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk kembali.” Ah, kalau sudah begini, rasanya sebuah kota yang tidak punya mall masih lebih baik daripada tidak punya toko buku. Eh, tapi Purworejo juga tidak punya mall sih. Jadi, ya sudah lah. 🙂

7 Komentar

  • Riyan

    Betul, susah sekali berburu buku di purworejo. Ketika ada pameran buku br kita bisa leluasa milih ini , milih itu. Tp ketika tak ada event, apalah daya harus k kota tetangga baik kebumen, magelang bahkan sampai harus ke Yogya.

    Toko buku indiependent mmg belum ada, maybe minat literasi masyarakat kita yg maaf masih rendah sekali.

    • admin

      Wah, baru baca komennya. Iya, pameran adalah hal mewah buat pembaca buku di Purworejo. Dulu kalau ada pameran buku pasti antusisas banget. Pulang sekolah mampir cari buku-buku. Kalau gak ada ya memang harus ke kota sebelah, haha. Tapi dulu saya gak sampai keluar kota sih. Paling mentok ya pinjam buku perpus sekolah. Syukurlah perpus sekolah bukunya masih update.

      Kalau minat literasi masyarakat sih saya kurang tahu. Tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi 🙂

  • Cad

    Dan di toko buku Ester-lah aku membeli novel Harry Potter 1, 2, 3 & 4, komik Pokemon dan novel Mira W. Dulu jaman esempe aku juga suka berburu novel-novel Enid Blyton, majalah dan komik bekas di pasar Baledono. Sekarang masih ada gak ya? Udah 8 tahun gak balik Purworejo.

    • admin

      Wah, dapat buku Harry Potter berjilid jilid tahun berapa itu Mas? Saya jadi tambah nyesel gak tahu dari dulu wkwk.
      Enid Blyton itu di kios loak bukan? Apa di kios buku? Saya lupa soalnya dulu waktu beli buku di pasar Baledono saya masih kecil jadi belum ngeh itu buku-buku apa aja dan di bagian apa. Semenjak pasar kebakaran lalu direnovasi lokasi kios berpencar entah kemana. Waktu kios-kios masih dalam masa relokasi, saya sempat lihat ada kios buku tapi gak tahu itu buku bajakan apa buku bekas. Terakhir waktu ke pasar Baledono pasca renovasi saya belum nemu kios bukunya. Atau mungkin saya aja yang masih kurang muterin pasarnya, haha…

    • Cad

      Taon berapa gak inget. Cuma seingetku itu sesudah lulus SMP dan ke-3 novel Harpot-nya masih ada mpe sekarang (yang ke-2 dipinjem temen dan gak balik!). Kalo novel-novel Enid Blyton itu aku dapetin di kios loakan yang dulu di dalam pasarnya. Aku inget-inget kalo gak salah itung dulu ada 6 kios hadap-hadapan, kanan-kiri. Keinget si Mbah Kakung yang galak itu. Trus waktu itu di luar kongsi kopada ada juga 1 kios. Soalnya dulu pernah jual novel kolpri ORI di situ (terdesak ceritanya). Kalo toko peralatan sekolah yang dekat per4an kembang itu masih ada gak ya? Dulu di situ jual novel ama komik juga.
      Wah, pasar Baledono yang baru malah belum pernah ke sana. Agenda ada cuma agenda-agenda aja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *