Review buku the railway children edit nesbit
fiksi,  ulasan

Review Buku The Railway Children (Anak-Anak Kereta Api) – Edit Nesbit

Hidup berubah drastis, dari tinggal di rumah gedong di kawasan perkotaan menjadi tinggal di pondokan di kawasan pedesaan? Jika dulu hampir semua keinginan bisa terwujud, sekarang banyak keinginan yang harus ditunda karena keterbatasan ekonomi. Orang dewasa mungkin akan paham dengan apa yang terjadi. Namun, bagaimana dengan anak-anak yang hanya tahu bahwa dunianya adalah dunia permainan yang menyenangkan? Bagaimana anak-anak menjalani kehidupan yang berubah di sebuah rumah kecil di dekat rel kereta api? The Railway Children karya Edit Nesbit ini akan membahas dengan menarik apa yang terjadi dengan mereka, anak-anak kereta api dari Pondok Tiga Cerobong. Simak review buku The Railway Children karya Edit Nesbit ini sampai selesai ya.

Idetitas Buku

  • Judul: The Railway Children (Anak-Anak Kereta Api)
  • Pengarang: Edit Nesbit
  • Penerjemah: Widya Kirana
  • Tahun terbit: 2010 (cetakan ke-2)
  • Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
  • Ukuran buku: 20 cm; 312 hlm.
  • ISBN (E): 978-602-06-0094-9
  • Ebook: Ipusnas

Sinopsis The Railway Children Karya Edit Nesbit

Roberta, Peter, dan Phyllis tak akan pernah mengira bahwa mereka akan menjadi pahlawan dan dipuji-puji oleh orang-orang hanya dengan melambaikan rok dalam berwarna merah di dekat lintasan kereta. Mereka tentu saja tak akan mengira bahwa mereka harus mencegah sebuah kereta dari kecelakaan dan mereka bisa melakukannya.

Roberta, Peter, dan Phillys tak akan pernah mengira bahwa kereta api, rel, stasiun, dan orang-orang yang berhubungan dengan kereta akan menjadi teman mereka. Tentu saja mereka tidak akan pernah mengira akan menjadi anak-anak kereta api, yang tinggal di pondok pedesaan yang di belakangnya melintang rel kerta api. Deru kereta api, lambaian tangan kepada setiap kereta yang lewat, dan Pak tua yang selalu membalas lambaian tangan mereka, menjadi makanan sehari-hari. Dari kereta-kereta yang lewat, Pak Tua Baik Hati yang selalau membalas lambaian tangannya, dan orang-orang di stasiun, mereka menyelipkan sebuh harapan akan kabar ayah mereka.

Roberta (Bobby), Peter, dan Phillys hidup dengan bahagia di rumah yang hangat dan penuh kasih sayang orang tua di Vila Edgecombe hingga pada suatu hari rumah mereka kedatangan tamu dan meminta bertemu dengan ayah. Namun, pertemuan ayah dengan tamu tersebut ternyata membuat hidup mereka berubah seketika esok hari. Tamu-tamu asing tersebut pergi dengan membawa serta ayah mereka. Hingga berhari-hari, ayah tak kunjung kembali.

Mereka pindah rumah di daerah pedesaan di Pondok Tiga Cerobong. Jika ibu ditanya ke mana perginya ayah, ibu tidak pernah bisa mengatakan yang sebenarnya dan meminta anak-anak untuk tidak menanyakannya lagi. Ibu meyakinkan anak-anak bahwa ayahnya akan baik-baik saja dan suatu hari akan pulang. Hingga suatu hari Bobby tak sengaja menemukan koran bungkusan yang memuat berita tentang apa yang terjadi dengan ayah mereka. Berita yang tak bisa Boby percayai. Berita yang selalu berusaha disembunyikan Ibu dari anak-anaknya.

Review Buku The Railway Children – Edit Nesbit

Cerita klasik selalu bisa menyajikan detail latar cerita dengan menarik meski peristiwa yang dialami tokoh-tokohnya bukan peristiwa yang indah. Apalagi latar pedesaan abad 19. Rumah pedesaan dengan tiga cerobong asap, rerumputan, kebun-kebun, gaun-gaun muslin yang cantik, meja makan yang antik (untuk zaman sekarang), kereta kuda, dan tentu saja kereta api uap berikut relnya. Sebuah gambaran latar tempat yang memanjakan mata jika bisa dilihat.

Sebagai cerita anak dan remaja, jalan cerita novel ini menarik, banyak peristiwa mengejutkan, namun juga terlalu banyak kebetulan. Selain itu, tokoh-tokoh utama di novel ini juga selalu menjadi pahlawan. Mendapatkan bantuan untuk ibu yang sakit, merayakan ulang tahun pak Perks yang tak pernah merayakan ulang tahun, menyelamatkan Si Anjing Berkaus Merah (teman-teman akan tahu jika membacanya langsung di buku), dan gongnya adalah menyelamatkan (mencegah) kereta dari bahaya gundukan tanah longsor. Hal-hal yang kurasa mustahil dilakukan dan dialami anak-anak seusia mereka di dunia nyata. Padahal ini bukan cerita fantasi. Mungkin aku terlalu memandangnya dari kacamata orang dewasa yang terlalu realistis dan membosankan, haha. Tapi kurasa heroisme tokoh-tokoh inilah yang membuat cerita ini hidup dan menebarkan semangat untuk saling menolong bagi anak-anak.

Perubahan nasib dari kaya menjadi miskin bukanlah hal yang mudah untuk dijalani. Apalagi bagi anak-anak yang belum mengerti sulitnya mencari uang. Positifnya, mereka tidak akan terlalu bersedih akan keadaan keuangan mereka. Bagaimanapun, anak-anak, apalagi di pedesan, selalu punya cara untuk membuat hidup menjadi lebih berwarna dan menciptakan permainan baru dari apa yang ada di sekitarnya.

Namun, lambat laun mereka akan menyadari bahwa kini mereka tak lagi semudah dulu mewujudkan keinginan mereka. Wajar bila anak-anak merasa sedikit kecewa. Anak-anak yang sudah mulai besar mungkin akan memahaminya. Anak-anak yang lebih kecil tentu saja perlu diberitau bagaimana menyikapi hidup saat keadaan serba terbatas.

Meski Roberta, Peter dan Phyllis menjalani hidup yang berubah drastis semenjak mereka pindah di pedesaan di Pondok Tiga Cerobong, mereka selau bisa menemukan cara untuk hidup dengan bahagia. Melambaikan tangan pada kereta yang lewat, membuat sarang burung, bermain-main ke stasiun dan berteman dengan pekerja-pekerja di sana. Yang satu ini mungkin agak sulit ya bagi anak-anak di dunia nyata, terutama zaman sekarang.

Sebagai anak-anak, ketiga kakak beradik ini juga tak lepas dari keluguan yang membuat kondisi hidup mereka terungkap dan membuat ibunya sebagai orang dewasa merasa tidak enak dengan orang lain. Dari menceritakan kedaan ibunya yang sedang sakit dan kemiskinan mereka pada Pak Tua Baik Hati, menceritakan kesulitan keuangan mereka kepada dokter Forest sehingga dokter memberi mereka keringanan. Padahal dokternya ternyata juga miskin L. Nasehat-nasehat ibu untuk tidak menceritakan keadaan keuangan mereka kepada orang lain dan tidak meminta belas kasihan orang lain cukup menjadi penyeimbang sehingga penulis tidak terkesan menormalisasi kepolosan anak-anak tanpa yang diarahkan ke jalan yang benar (kok gini amat ya bahasa gue).

Pada awal-awal cerita ini masih terasa datar-datar saja. Namun semakin ke belakang, ceritanya semakin membuat penasaran meski jalan ceritanya terlalu banyak kebetulan. Namum, kebetulan-kebetulan di cerita ini bagiku masih kebetulan yang bisa dinikmati. Bagi anak-anak kurasa kebetulan-kebetulan ini akan menjadi kejutan dan menyenangkan.

Kita butuh lebih banyak cerita yang seperti ini untuk anak-anak. Sebuah cerita yang menghangatkan hati dan mendidik tanpa terkesan menggurui. Keluguan khas anak-anak membuat cerita ini menjadi lucu bagi orang dewasa yang membacanya.

Terjemahannya bagus. Begitu pula terjemahan puisinya. Masih memperhatikan ciri khas sajak dalam bahasa Indonesia. Aku jadi penasaran dengan bentuk puisi aslinya.

Parr sebenarnya pengecut
Parr sebenarnya penakut
Lututnya goyah dan gemetar
Bila disuruh naik perahu layar

Itulah salah satu dari sekian banyak puisi yang ditulis oleh sang Ibu.

Untuk mengakhiri review buku The Railway Children ini, akan kuberikan beberapa kutipan menarik yang ada dalam novel ini.

Quotes dari Buku The Railway Children

Berikut ini kutipan menarik dari buku The Railway Children.

…, bahkan sampai orang menjadi dewasa, mereka masih saja kembali pada ibu mereka jika mendapat kesulitan. (hlm. 67)

Kadang-kadang, dalam keadaan mendesak, kita bisa mengerjakan hal-hal yan tampaknya mustahil, yang biasanya tak pernah kita bayangkan akan dapat kita lakukan. (hlm. 110)

Kalau seorang lelaki tidak bisa menghargai dirinya sendiri, orang lain pun takkan menghargainya (hlm. 203)

“Kalau semua orang memikirkan segala sesuatu, maka takkan ada lagi hal-hal yang harus dipikirkan oleh orang lain” ~Roberta (hlm.  232)

Oke, teman-teman. Demikian review buku The Railway Children dariku. Teman-teman pernah membaca buku ini? Bagaimana kesan kalian setelah membacanya? Kalau ada diskusi silakan ditulis di kolom komentar ya.

Sampai jumpa di tulisan berikutnya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *