review novel pride and prejudice
fiksi,  ulasan

Review Novel Pride and Prejudice-Jane Austen

Halo, semuanya! Berjumpa kembali di Memori Buku kategori ulasan. Rasanya sudah lumayan lama aku tidak menulis di blog ini. Semoga teman-teman masih betah ya membaca blog yang postingannya jarang-jarang ini. Semoga pula Google Adsense mau mempertimbangkan blogku, ehm. Baik, mari kita lanjutkan pembahasan kita. Pada tulisan kali ini, aku akan mengulas sebuah novel klasik Inggris yang cukup fenomenal pada masanya. Bahkan sampai saat ini novel ini juga masih menjadi salah satu bacaan favorit di berbagai negara. Wah, kalau dilihat dari jam terbangnya, sepertinya novel ini memang benar-benar legendaris ya. Novel tersebut adalah Pride and Prejudice karangan Jane Austen. Memangnya sebagus dan sehebat apa sih novelnya? Sepertinya kok populernya tidak lekang oleh waktu. Ya, tapi sastra klasik memang kebanyakan begitu. Seperti punya kekuatan sendiri untuk terus menerobos zaman yang peradabannya terus berubah. Nah, untuk mengetahui lebih jauh, simak review novel Pride and Prejudice yang kutulis ini ya.

Review Novel Pride and Prejudice Terjemahan Indonesia

Memiliki lima anak gadis yang cantik-cantik adalah suatu anugerah. Tetapi yang menjadi masalah adalah, anak-anak gadis tersebut tidak bisa menjadi ahli waris dari harta peninggalan orang tua mereka karena mereka perempuan. Hak waris hanya akan jatuh kepada anak laki-laki. Jika keluarga itu tidak memiliki anak laki-laki, maka warisan akan diberikan kepada kerabat laki-laki terdekatnya. Lalu bagaimana nasib kelima anak-anak gadis itu nanti sepeninggal orang tuanya?

Hal ini lah yang selalu membuat Mrs. Bennet gundah. Ia mengkhawatirkan nasib kelima putrinya yang belum menikah. Pasalnya, jika suaminya, Mr. Bennet, meningal nanti, mereka tidak memiliki siapa-siapa untuk menjamin kehidupannya. Rumahnya akan diwariskan ke sepupu ayahnya, Mr. Collins. Mereka pasti akan diusir. Oleh karena itu, Mrs. Bennet selalu bersemangat untuk mencarikan jodoh bagi putri-putrinya. Terutama Jane, anak sulungnya yang berumur dua puluh tiga tahun. Menikah dengan lelaki kaya tentu akan menguntungkan bagi masa depan anak-anaknya dan tentu saja status keluarganya.

Sinopsis Novel Pride and Prejudice

Mrs. Bennet memiliki lima orang anak perempuan. Jane, si sulung yang cantik, kalem, dan ramah. Elizabeth (Lizzy), anak kedua yang periang, cerdas, dan dan percaya diri. Marry, kutu buku, dan jarang dibahas dalam cerita. Kitty, anak keempat yang suka sekali dengan pesta dansa dan para prajurit-prajurit di Meryton. Lydia, sebelas dua belas dengan Kitty tetapi lebih genit dan lebih tidak tahu malu. Kelimanya belum menikah. Suatu hari, Mrs. Bennet mendengar informasi bahwa ada keluarga bangsawan yang akan tinggal di Netherfield yand tidak jauh dari rumahnya. Salah satu anggota keluarga bangsawan tersebut ada seorang pria yang belum menikah bernama Mr. Bingley. Ia punya penghasilan yang cukup fantastis.  Mrs. Bennet bersemangat meminta suaminya untuk mengunjungi tetangga barunya dan mengenalkan anak-anaknya kepada bangsawan bujangan tersebut.  

Akhirnya Mr. Bingley mengundang keluarga Bennet ke pesta dansa yang diselenggarakannya. Di pesta  dansa itulah putri-putri Bennet bertemu dengan keluarga dan kerabat Mr. Bingley. Mr. Bingley yang berkepribadian ramah dan mudah bergaul segera menarik simpati orang-orang terutama Mrs. Bennet. Apalagi ketika Mrs. Bennet membaca tanda-tanda bahwa Mr. Bingley menaruh hati pada Jane. Begitu pula Jane. Selain mr. Bingley, ada sahabat Mr. Bingley yang juga pria terhormat. Namanya Mr. Darcy. Kepribadiannya berbanding terbalik dengan Bingley. Ia tampak pendiam dan angkuh sehingga keluarga Bennet antipati terhadapnya meskipun ia pria kaya, tampan, dan terhormat. Ketika Bingley tampak semakin akrab dengan Jane, di saat yang sama Elizabeth justru menendengar Mr. Darcy merendahkannya karena status sosial yang berbeda. Darcy menganggap Elizabeth berkedudukan rendah. Elizabeth yang awalnya simpatik dengan Mr. Darcy sekarang tidak lagi menaruh respek padanya.

Keakraban Bingley dengan Jane disambut gembira oleh Mrs. Bennet. Tetapi ternyata perbedaan status sosial menyulitkan perjalanan cinta mereka. Mr. Bingley tak pernah mempermasalahakannya. Akan tetapi kerabat dekat Bingley yang pesimis dengan keluarga Bennet berusaha memisahkan mereka berdua. Adapun Mr. Darcy mendapat kebencian dari sebagian besar keluarga Bennet karena sikapnya yang angkuh. Di saat yang sama, anak-anak Bennet bertemu dengan pemuda dari militer yang sopan dan berwibawa bernama Wickham. Kepada Elizabeth, Wickham bercerita masa kecilnya saat tinggal bersama Mr. Darcy di bawah asuhan ayah Darcy. Wickham menjelaskan ia akan mendapat warisan ayah Darcy tetapi saat ayah Darcy meninggal, Darcy merampas haknya. Cerita Wickham membuat Elizabeth merasa simpatik kepada Wickham dan semakin muak dengan Mr. Darcy. Akan tetapi waktu akhirnya mempertemukan mereka lebih sering dan membuat mereka semakin mengenal satu sama lain. Termasuk terkuaknya skandal yang terjadi pada orang yang tidak mereka duga.

Review Novel Pride and Prejudice

Saat membuka halaman pertama novel terjemahan ini, kita disuguhkan sebuah kutipan dari salah satu halaman buku. Setelah membacanya sampai selesai, baru aku tahu kalau kutipan tersebut diambil dari halaman 572-573. Kutipan yang kubaca sebelum aku membaca isi bukunya ini membuatku mengira kalau tokoh Lizzy adalah tipe perempuan pick me girl. Begini kutipannya.

kutipan halaman pertama

Tapi kan kita tidak bisa menilai isi buku hanya dari secuil kutipan. Sebagaimana kita tidak bisa menilai buku dari sampulnya saja. Jadi, kubiarkan perkiraanku itu hanya hanya sebatas perkiraan, bukan sebagai penilaianku terhadap buku ini. Setelah aku selesai membaca novel ini, barulah aku paham mengapa Lizzy berbicara demikian kepada Darcy. Ini berhubungan dengan karakter Elizabeth Bennet yang percaya diri, gak minderan, dan punya pendirian. Berbeda dengan adik-adiknya yang naif. Berbeda pula dengan keluarganya yang dalam pandangan Mr. Darcy sangat haus akan harta.

“Keadaan keluarga ibumu, meskipun cukup memberatkan. Tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kehausan akan harta, yang hampir selalu ditunjukkan oleh ibumu dan ketiga orang adikmu, dan kadang-kadang bahkan oleh ayahmu, dalam berbagai kesempatan.”

(hlm. 302)

Karakter keluarganya lah yang membuat Mr. Darcy meragukan masa depan pernikahan Jane dan Bingley meski sifat Jane dan Lizzy tidak seperti anggota keluarganya. Tetapi  penciptaan karakter yang demikian membuat novel ini terasa lebih hidup. Seperti novel klasik Inggris pada umumnya, karakter tokoh-tokoh menonjolkan sisi perbedaan kasta kaum bangsawan dan rakyat biasa. Perbedaannya tidak hitam putih. Tidak semua tokoh dari kaum bangsawan wataknya sama. Begitu pula karakter tokoh kalangan rakyat biasa, wataknya tidak seragam. Ada tokoh bangsawan yang dibuat sebagai tokoh protagonis, seperti Mr. Bingley. Ada juga yang dibuat sebagai tokoh antagonis seperti Lady Chaterine. Untuk tokoh utama cerita yaitu Elizabeth Bennet, penulis seolah hendak menciptakan citra perempuan yang independen. Elizabeth digambarkan sebagai seorang gadis periang, cerdas, dan memiliki pendirian. Ia juga memandang setara kedudukan semua orang. Oleh karena itu, ia tidak pernah merasa minder ketika dihadapkan kepada Lady Catherine yang status sosialnya lebih tinggi. Perbedaan status sosial yang jelas antar tokohnya menggambarkan pentingnya nasab untuk nasib seseorang.

Plotnya tidak banyak intrik. Mungkin karena aku pernah menonton filmnya terlebih dahulu sebelum membaca novelnya sehingga aku kurang merasa terkejut dengan plot yang disajikan. Plotnya menggunakan alur maju. Tetapi penulis sesekali membawa pembaca kembali ke masa kecil tokohnya lewat cerita yang disampaikan tokoh-tokohnya. Seperti ketika Wickham bercerita kepada Lizzy tentang masa kecilnya di bawah asuhan ayah Darcy. Plot terasa mendadak cepat ketika memasuki ending cerita. Tetapi kurasa itu tidak masalah. Plot lambat yang terlalu banyak diulur-ulur juga akan terasa membosankan. Plot yang lambat lalu mendadak cepat ketika ending juga sering dijumpai dalam romance-romance klasik. Terutama pada cerita dengan ending happily ever after.

Setting tempat dan waktu cukup detail. Tidak hanya menggambarkan di mana cerita ini terjadi. Penulis juga menggambarkan detail bagaimana keadaan rumah-rumah tokoh-tokohnya, perabot-perabot yang ada di rumah para bangsawan, ruang gambar yang dimiliki keluarga sederhana seperti keluarga Benneth, ruang makan yang menjadi tempat berkumpul, juga hutan-hutan dan kebun yang ada di Pemberley maupun di Longbourn. Untuk suasana sendiri menurutku tidak begitu menonjol. Aku tidak mendapat kesan dramatik tetapi entah mengapa aku merasa novel ini punya daya tarik tersendiri.

Novel Pride and Prejudice ini menggunakan bahasa yang lugas, tidak mendayu-dayu. Gaya bahasa ini sejalan dengan watak tokoh utama yang cerdas, percaya diri dan berpendirian.

Hal baru yang kudapat dalam novel ini adalah bahwa pernikahan adalah suatu hal yang berpengaruh terhadap masa depan dan status sosial seseorang pada masa itu. Pada halaman 193, penulis menyebutkan bahwa pernikahan menjadi sumber penghidupan bagi wanita terpelajar tapi miskin (193). Menikahi orang yang berkedudukan sosial lebih tinggi akan menaikkan derajat sosial. Tetapi menikahi seseorang yang dianggap berkedudukan sosial lebih rendah tidak serta merta membuat kedudukan seserang tersebut ikut rendah. Karena sejatinya, tinggi rendahnya derajat seseorang adalah terletak pada pendiriannya dan bagaimana ia memperlakukan orang lain. Ketika seseorang itu memperlakukan orang lain dengan baik, memiliki sopan santun, dan percaya diri, maka orang akan menaruh hormat padanya meski ia berstatus sosial yang rendah. Seperti Elizabeth Bennet. Hak waris bagi anak perempuan juga masih menjadi pertanyaan. Karena Mr. Bennet tidak bisa membagikan warisan kepada anak-anak perempuannya tetapi Lady Catherine tidak masalah dengan hak waris untuk anak perempuan. Apakah hak waris perempuan hanya berlaku untuk kalangan bangsawan saja? Sampai ulasan ini dibuat aku belum selesai mencari sumber tentang hak waris dan hak properti perempuan pada masa karya ini ditulis. Tetapi aku pernah membaca sekilas bahwa memang perempuan Inggris pada abad 19 tidak memiliki hak atas properti sehingga barang-barang seperti warisan akan diwariskan ke tangan anak laki-laki. Jika tidak punya anak laki-laki maka jatuh kepada kerabat laki-laki terdekatnya. Lalu bagaimana agar perempuan yang tidak memiliki saudara laki-laki bisa tetap terjamin kehidupannya? Dengan menikahi lelaki kaya. Begitulah prospek yang diidamkan oleh Mrs. Bennet terhadap kelima putrinya. Jika saya ada yang keliru terkait pembahasan hak waris ini mohon dikoreksi ya.

Jika teman-teman sedang mencari rekomendasi bacaan karya sastra klasik, buku ini kurekomendasikan. Bagi penyuka tema budaya dan kehidupan sosial bangsa Inggris abad 19 juga bisa membaca buku ini. Seperti yang sudah tertulis di atas, buku ini merupakan salah satu buku yang banyak direkomendasikan dan dibaca oleh masyarakat di berbagai belahan dunia sampai saat ini. Apakah hal ini tidak membuat teman-teman peasaran, seperti apa sih bukunya? Kalau aku sih jadi penasaran, hihihi.

Oke, begitu saja ya review novel Pride and Prejudice dariku. Kalau ada diskusi terkait pembahasan buku ini silakan ditulis di kolom komentar ya, teman-teman. Tidak usah sungkan-sungkan. Tapi ingat, jangan menaruh tautan aktif di badan komentar ya! Kublokir loh nanti. Memang hanya kominfo aja yang bisa main blokir? Ehehe bercanda kok. Lagi pula hyperlinknya juga sudah kunonaktifkan. So, feel free to coment!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!